Selasa, 25 Oktober 2016

Tugas 3 Ilmu Budaya Dasar

A.    PROSA LAMA DAN PROSA BARU

Prosa adalah jenis tulisan biasanya digunakan untuk mendeskripsikan suatu fakta atau ide. Karenanya, prosa dapat digunakan untuk surat kabar, majalah, novel, ensiklopedia, surat, serta berbagai jenis media lainnya.prosa juga dibagi dalam dua bagian,yaitu prosa lama dan prosa baru.

a.      Prosa Lama
Prosa lama merupakan karya sastra yang belum mendapat pengaruh dari sastra atau kebudayaan barat. Mula-mula karya sastra prosa lama timbul disampaikan secara lisan, disebabkan karena belum dikenalnya bentuk tulisan. Setelah agama dan kebudayaan Islam masuk ke indonesia, masyarakat menjadi akrab dengan tulisan. Sejak itulah babak-babak sastra pertama dalam rentetan sastra indonesia mulai ada. Adapun bentuk-bentuk sastra prosa lama adalah :
·           Hikayat, berisikan cerita kehidupan para dewi, peri, pangeran, putri kerajaan, serta raja-raja yang memiliki kekuatan gaib.
·           Sejarah, adalah salah satu bentuk prosa lama yang isi ceritanya diambil dari suatu peristiwa sejarah.
·           Kisah, adalah cerita tentang cerita perjalanan atau pelayaran seseorang dari suatu tempat ke tempat lain.
·           Dongeng, adalah suatu cerita yang bersifat khayal.

b.      Prosa Baru
Prosa baru adalah karangan prosa yang timbul setelah mendapat pengaruh sastra atau budaya Barat. Karya-karya prosa yang dihasilkan oleh masyarakat baru Indonesia mulai fleksibel dan bersifat universal, ditulis dan dilukiskan secara lincah serta bisa dinikmati oleh lingkup masyarakat yang lebih luas. Bentuk-bentuk prosa baru, antara lain :
·           Roman, berisi cerita tentang kehidupan manusia yang dilukiskan seeara terperinci atau detail.
·           Cerpen, adalah karangan pendek yang berbentuk naratif yang mengisahkan sepenggal kehidupan manusia yang penuh pertikaian, mengharukan atau menyenangkan, dan mengandung kesan yang tidak mudah dilupakan.
·           Novel, karangan imajinatif yang mengisahkan sisi utuh atas probematika kehidupan manusia atau beberapa orang tokoh.
·           Otobiografi, berisi kisah cerita tentang pribadi si pengarang sendiri, mengenai pengalaman hidupnya sejak kecil hingga dia dewasa.
·           Biografi, berisi suatu kisah atau cerita tentang pengalaman hidup seseorang dari kecil hingga dewasa atau bahkan sampai meninggal dunia yang ditulis oleh orang lain.
·           Essay, karangan yang berupa kupasan tentang suatu hasil karya sastra, kesenian, atau bidang kebudayaan yang dilakukan oleh seorang ahli di bidangnya.
·           Kritik, kupasan tentang satu karya sastra, kesenian, serta bidang kebudayaan yang ditulis oleh seorang ahli dengan menekankan pada fakta yang objektif.

B.     BIOGRAFI DAN OTOBIOGRAFI

a.      Biografi
Biografi merupakan tulisan tentang kehidupan seseorang. Biografi, secara sederhana dapat dikatakan sebagai sebuah kisah riwayat hidup seseorang. Biografi dapat berbentuk beberapa baris kalimat saja, namun juga dapat berupa lebih dari satu buku. Perbedaannya adalah, biografi singkat hanya memaparkan tentang fakta-fakta dari kehidupan seseorang dan peran pentingnya, sementara biografi yang panjang meliputi,  informasi-informasi penting namun dikisahkan dengan lebih mendetail dan tentunya dituliskan dengan gaya bercerita yang baik. Biografi biasanya dapat bercerita tentang kehidupan seorang tokoh terkenal atau tidak terkenal.

b.      Otobiografi
Otobiografi adalah biografi yang ditulis oleh seorang tokoh tentang perjalanankehidupan pribadi yang dialaminya. Umumnya ditulis dimulai dari masa kecil sampai waktuyang ditentukan oleh penulis itu sendiri.Penulis autobiografi umumnya didasarkan padamemori sang penulis.

C.     CONTOH BIOGRAFI


Ki Nartosabdo

Ki Nartosabdo yang memiliki nama asli Soenarto (Lahir di Klaten, 25 Agustus 1925 meninggal di Semarang, 7 Oktober 1985 pada umur 60 tahun) adalah seorang seniman musik dan dalang wayang kulit legendaris dari Jawa Tengah, Indonesia. Ki Nartosabdo merupakan putra seorang perajin sarung keris bernama Partinoyo. Kehidupan masa kecilnya yang serba kekurangan membuat Soenarto putus sekolah dalam pendidikan formalnya, yaitu Standaard School Muhammadiyah atau SD 5 tahun. Kehidupan ekonomi yang serba sulit membuat Soenarto bekerja membantu pendapatan keluarga melalui bakat seni yang ia miliki. Antara lain ia pernah menjadi seorang pelukis, dan juga pemain biola dalam orkes keroncong Sinar Purnama. Bakat seni tersebut semakin berkembang ketika Sunarto dapat melanjutkan sekolah di Lembaga Pendidikan Katolik. 
Pada tahun 1945 Soenarto berkenalan dengan pendiri grup Wayang Orang Ngesti Pandowo, yaitu Ki Sastrosabdo. Sejak itu ia mulai mengenal dunia pedalangan di mana Ki Sastrosabdo sebagai gurunya. Bahkan karena jasa-jasanya membuat banyak kreasi baru bagi grup tersebut, Soenarto memperoleh gelar tambahan "Sabdo" di belakang nama aslinya. Gelar itu diterimanya pada tahun 1948, sehingga sejak saat itu namanya berubah menjadi Nartosabdo.
Meskipun berasal dari Jawa Tengah, namun Ki Nartosabdo muncul pertama kali sebagai dalang justru di Jakarta, tepatnya di Gedung PTIK yang disiarkan secara langsung oleh RRI pada tanggal 28 April 1958. Lakon yang ia tempilkan saat itu adalah Kresna Duta. Pengalaman pertama mendalang tersebut sempat membuat Ki Narto panik di atas pentas karena pada saat itu pekerjaannya yang sesungguhnya ialah pengendhang grup Ngesti Pandowo.
Penampilan perdana itu langsung mengangkat nama Ki Narto. Berturut-turut ia mendapat kesempatan mendalang di Solo, Surabaya, Yogya, dan seterusnya. Lahir pula cerita-cerita gubahannya, seperti Dasa Griwa, Mustakaweni, Ismaya Maneges, Gatutkaca Sungging, Gatutkaca Wisuda, Arjuna Cinoba, Kresna Apus, dan Begawan Sendang Garba. Semua itu ia dapatkan karena banyak belajar sendiri, tidak seperti dalang lain yang pada umumnya lahir dari keturunan dalang pula, atau ada pula istilah dalang kewahyon (mendapat wahyu).
Karena sering mementaskan lakon carangan Ki Narto pun sering mendapat banyak kritik. Ia juga dianggap terlalu menyimpang dari pakem, antara lain berani menampilkan humor sebagai selingan dalam adegan keraton yang biasanya kaku dan formal. Gebrakannya dalam memasukkan gending-gending ciptaannya membuat banyak dalang senior yang memojokkannya. Bahkan ada RRI di salah satu kota memboikot hasil karyanya. Namun kritikan-kritikan tersebut tidak membuatnya gentar, justru semakin banyak berkarya. Meskipun demikian dukungan juga mengalir antara lain dari dalang-dalang muda yang menginginkan pembaharuan di mana seni wayang hendaknya lebih luwes dan tidak kaku.
Selain sebagai dalang ternama, Ki Narto juga dikenal sebagai pencipta lagu-lagu Jawa yang sangat produktif. Melalui grup karawitan bernama Condong Raos yang ia dirikan, lahir sekitar 319 buah judul lagu (lelagon) atau gending, antara lain Caping Gunung, Gambang Suling, Ibu Pertiwi, Klinci Ucul, Prau Layar, Ngundhuh Layangan, Aja Diplèroki, dan Rujak Jeruk.
Karir :
·         Pembuat seruling
·         Pengantar susu
·         Pengusaha wayang kulit
·         Pemain Group Wayang Orang Ngesti Pandowo
·         Pemimpin Grup Wayang Orang Ngesti Pandowo
·         Dalang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar